Selasa, 09 Juli 2019

HUKUM PERJANJIAN


HUKUM PERJANJIAN
Setelah sebelumnya kita sudah membahas tentang hukum perikatan, pada saat ini kita akan membahas kata yang cukup asing juga ditelinga kita yaitu “hukum perjanjian”. Mungkin sebagian dari kita sudah pernah mendengar kata “Hukum Perjanjian” namun kita akan membahas lebih dalam pada kesempatan kali ini.

Dalam Hukum Perjanjian, yang dimaksud perjanjian atau kesepakatan merupakan dasar yang sangat penting dalam seseorang bekerjasama dengan pihak lainnya. Adanya kekeliruan dalam pembuatan perjanjian dapat mengakibatkan kerugian yang besar dikemudian hari serta adanya permasalahan hukum yang tentunya akan sangat mengganggu pihak-pihak yang terkait.

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.

Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.

Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
1.      Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
2.      Subjek dan jangka waktu kontrak
3.      Lingkup kontrak
4.      Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.      Kewajiban dan tanggung jawab
6.      Pembatalan kontrak

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.      Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.      Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4.      Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

Macam-macam perjanjian antara lain:
1.                PERJANJIAN KERJASAMA
2       PERJANJIAN JUAL BELI TANAH & RUMAH
3       PERJANJIAN SEWA MENYEWA
4       PERJANJIAN HUTANG
5       PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
6       PERJANJIAN PERDAMAIAN
7       PERJANJIAN TUKAR MENUKAR
8       PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM
9       PERJANJIAN HIBAH
10     PERJANJIAN PENITIPAN BARANG
11     PERJANJIAN PINJAM PAKAI
12     DAN LAIN SEBAGAINYA

Mengingat pentingnya peranan dokumen-dokumen hukum tersebut, maka pembuatan dokumen-dokumen hukum tersebut harus diperhatikan betul, baik dari sisi isinya maupun dari sisi hukumnya, mengingat sebuah dokumen hukum dapat dinyatakan batal demi hukum / tidak berlaku jika ternyata dokumen hukum tersebut ternyata bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.

            Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.      Terlibat hukum
5.      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian


Tidak ada komentar:

Posting Komentar