Hukum
Dagang
Setelah
kita sudah membahas tentang hukum perikatan dan hukum perjanjian pada
kesempatan kali ini kita akan membahas tentang hukum dagang. Hukum dagang tidak
berbeda jauh dengan hukum perikatan. Hukum dagang juga merupakan pembahasan
terakhir dari bab ini setelah kita membahas hukum perjanjian dan hukum
perikatan.
Hukum dagang
adalah ilmu yang mengatur hubungan antara suatu pihak dengan pihak lain yang
berkaitan dengan urusan-urusan dagang. Definisi lain menyatakan bahwa hukum
dagang merupakan serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau
kegiatan perusahaan
Hukum
dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan
bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata
merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus
(lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut,
maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang
bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang
Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hukum dagang masuk dalam kategori hukum perdata,
tepatnya hukum perikatan. Alasannya karena hukum
dagang berkaitan dengan tindakan manusia dalam urusan dagang. Oleh karena itu
hukum dagang tidak masuk dalam hukum kebendaan. Kemudian hukum dagang
juga berkaitan dengan hak dan kewajiban antarpihak yang bersangkutan dalam urusan
dagang. Hukum perikatan mengatur hal ini. Itulah sebabnya hukum dagang
dikategorikan ke dalam hukum perikatan. Hukum perikatan adalah hukum yang
secara spesifik mengatur perikatan-perikatan dalam urusan dagang.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.
Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam
mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex
Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat
mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga
dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak
mengaturnya secara khusus.
Sejarah
Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang di dunia telah
berlangsung pada tahun 1000 hingga 1500 pada abad
pertengahan di Eropa. Kala itu telah lahir kota-kota yang
berfungsi sebagai pusat perdagangan, seperti Genoa, Venesia, Marseille, Florence
hingga Barcelona.
Meski telah diberlakukan Hukum Romawi (Corpus Iulis Civilis),
namun berbagai masalah terkait perdagangan belum bisa diselesaikan. Maka dari
itu dibentuklah Hukum Pedagang (Koopmansrecht). Saat itu hukum dagang masih
bersifat kedaerahan. Kodifikasi hukum dagang pertama dibentuk di Prancis dengan
nama Ordonance de Commerce
pada masa pemerintahan Raja Louis XIV pada 1673. Dalam hukum itu terdapat segala hal berkaitan dengan dunia
perdagangan, mulai dari pedagang, bank, badan usaha, surat berharga hingga
pernyataan pailit. Pada 1681 lahirlah kodifikasi hukum dagang kedua dengan nama
Ordonance de la Marine.
Dalam kodifikasi ini termuat segala hal berkaitan dengan dagang dan kelautan,
misalnya tentang perdagangan di laut. Kedua hukum itu kemudian menjadi acuan
dari lahirnya Code de Commerce, hukum dagang baru yang mulai berlaku pada
1807 di Prancis. Code de Commerce
membahas tentang berbagai peraturan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan
sejak abad pertengahan. Code de Commerce
kemudian menjadi cikal bakal hukum dagang di Belanda dan Indonesia. Sebagai
negara bekas jajahan Prancis, Belanda memberlakukan Wetboek van Koophandel
yang diadaptasi dari Code de Commerce.
Meski telah dipublikasikan sejak 1847, penerapan Wetboek van Koophandel baru berlangsung sejak 1 Mei 1848. Lalu
Belanda menjajah Indonesia dan turut mempengaruhi perkembangan hukum dagang di
Indonesia. Akhirnya lahirlah Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD) yang diadaptasi dari Wetboek van Kopphandel yang kemudian menjadi salah satu sumber
dari hukum dagang Indonesia.
Sumber
Hukum Dagang
Hukum dagang di Indonesia tidak tercipta begitu
saja, melainkan berdasarkan pada sumber. Terdapat tiga jenis sumber yang
menjadi rujukan dari hukum dagang, yakni hukum tertulis yang sudah
dikodifikasikan, hukum tertulis yang belum dikodifikasikan dan hukum kebiasaan.
Pada hukum tertulis yang sudah
dikodifikasikan, hal yang menjadi acuan adalah KUHD yang mempunyai 2 kitab dan
23 bab. Dalam KUHD dibahas tentang dagang umumnya sebanyak 10 bab serta hak-hak
dan kewajiban sebanyak 13 bab. Selain KUHD, sumber lainnya adalah Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau juga dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek
(BW). Salah satu bab pada BW membahas tentang perikatan.
Pada hukum tertulis yang belum
dikodifikasikan, ada 4 Undang-undang yang menjadi acuan. Keempat UU itu adalah
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-undang Nomor 32 tahun 1997
tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Undang-undang Nompr 8 tahun 1997
tentang dokumen perusahaan.
Adapun pada hukum kebiasaan, hal yang menjadi
sumber adalah Pasal 1339 KUH Perdata dan Pasal 1347 KUH Perdata.