Senin, 05 April 2021

Komparasi Pencegahan Korupsi di 3 Negara ( Indonesia, Korea Selatan, dan Malaysia

Komparasi Pencegahan Korupsi di 3 Negara ( Indonesia, Korea Selatan, dan Malaysia

Sebelum kita membahas tentang perbandingan atau komparasi dari ketiga negara tersebut mari kita lihat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan korupsi.
 

Korupsi adalah tindakan menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Unsur unsur korupsi yaitu:

1.      Perbuatan melawan hukum,

2.      Penyalahgunaan kewenangan

3.      Menyalahgunakan kesempatan

4.      Memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi milik sendiri

5.      Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Jenis jenis tindakan korupsi adalah:

1.      Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),

2.      Penggelapan dalam jabatan,

3.      Pemerasan dalam jabatan

4.      Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)


Setelah kita mengetahui sedikit tentang korupsi maka kita masuk inti dari pembahasan kali ini.



ini adalah perbandingan skor CPI dari 3 negara selama 5 tahun terakhir.


apa yang menjadi masalah mengapa korea yang baru terbentuk mampu mengalahkan malaysia dan menjadi yang terdepan dari ketiga negara tersebut. mari kita lihat penyebabnya.


A.    Pencegahan korupsi di Korea Selatan

 

Pencegahan korupsi di Korea Selatan dengan cara membuat sebuah pedoman yang bernama Anti-corruption Guidelines for Companies yang harus diterapkan di seluruh perusahaan yang ada di Korea Selatan. Pedoman tersebut mengatur banyak hal yang dapat mencegah terjadinya korupsi di sektor swasta. Peraturan tersebut juga terintegrasi dengan aturan-aturan lain seperti kewajiban mengikuti pelatihan integritas dan mengikuti aturan gratifikasi. Pemberantasan korupsi di Korea Selatan dimulai pada periode 1990-an. Setelah  puluhan tahun (1963-1992) dipimpin oleh rezim militer yang dianggap korup, pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Kim Dae Sung mulai meningkatkan gerakan pemberantasan korupsi. Gerakan pemberantasan korupsi ini sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan sebagai bagian dari langkah langkah yang diajukan untuk melepaskan diri dari jerat krisis moneter di Korea Selatan Pemberantasan korupsi ini dimulai dengan pencetusan anti corruption program pada tahun 1999. Anti Corruption Program merupakan serangkaian kebijakan yang sistematis untuk  melakukan pemberantasan korupsi yang selama ini terjadi. Pada tahun 2002, lembaga PCAC dibubarkan dan dibentuklah lembaga baru yaitu Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC).  Lembaga KICAC dibentuk sebagai pelaksanaan atas amanat Undang Undang Pencegahan Korupsi yang telah diamandemen pada tahun 2001. Lembaga ini tidak hanya mengembangkan dan mengevaluasi kebijakan anti korupsi seperti PCAC namun juga diberi tambahan wewenang yang lebih luas. Pada tahun 2008 pemerintahan Korea dipimpin oleh Lee Myung Bak selaku presiden terpilih pada Pemilu desember 2007. Pada tahun 2008 ini Lee Myung Bak melakukan langkah radikal dengan melebur KICAC dengan  Ombudsman of Korea, the Korea Independent Commission against Corruption dan the Administrative Appeals Commission. Peleburan ini bertujuan untuk menyediakan pelayanan satu atap bagi seluruh warga  dalam menangani pengaduan masyarakat, mengajukan banding administratif dan pemberantasan korupsi oleh satu organisasi dengan cara yang lebih cepat dan lebih nyaman. Namun langkah ini dianggap sebagai langkah mundur oleh Transparency Internationa(TI). Dalam  Progress Report 2009 Enforcement of the OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transactions, TI menyatakan bahwa merger lembaga KICAC dengan beberapa lembaga lain menjadi ACRC membuat lembaga anti korupsi tersebut menjadi kurang independen dan tidak efisien. TI menyarankan kepada pemerintah Korea Selatan agar mereorganisasi ACRC dan mendirikan lembaga pemberantasan korupsi yang independen dan terpisah dari struktur pemerintahan lain.

 

B.     Pencegahan korupsi di Malaysia

Sedangkan di Malaysia pencegahan korupsi menurut amandemen pasal 17 A dari MACCA 2009, setiap perusahaan lokal atau multinasional yang berbasis di Malaysia atau di tempat lain diperintahkan untuk menerapkan beberapa langkah untuk menghindari korupsi. Langkah-langkah ini akan dilaksanakan melalui sejumlah kebijakan anti-korupsi seperti uji tuntas, whistleblowing, penyaringan latar belakang, pelatihan anti-penyuapan dan penipuan, dan kebijakan penilaian anti-penipuan. Dalam rangka membangun Negara modern yang bebas korupsi, sejak tahun 1961 Malaya yang kemudian berkembang menjadi Malaysia, telah mempunyai undang-undang anti korupsi, yang pertama Undang-Undang Tahun 1961 yang bernama Prevention of Corruption Act atau Akta Pencegah Rasuah Nomor 57, kemudian diterbitkan lagi Emergency Essential Power Ordinance Nomor 22 tahun 1970, lalu dibentuk Badan Pencegah Rasuah (BPR) berdasarkan Anti Corruption Agency Act tahun 1982. Sekarang berlaku Anti Corruption Act tahun tahun 1997 yang selanjutnya disingkat ACA yang merupakan penggabungan ketiga undangundang dan ordonansi tersebut.

Organisasi Badan Pencegah Rasuah (BPR) Malaysia berada pada kantor Perdana Menteri langsung dibawahnya adalah Direktur Jenderal atau Ketua Pengarah BPR Malaysia, ketua BPR Malaysia dibantu 2 deputy (timbalan) yaitu Ketua Pengarah Operasi dan Ketua Pengarah Pencegahan yang diangkat oleh Yang Dipertuan Agung (Raja) atas nasehat Perdana Menteri dan bertanggung jawab kepada Raja Yang dipertuan Agung Malaysia. BPR Malaysia dalam pemberantasan korupsi di Malaysia masih belum independen (independensinya masih belum tegas), karena BPR Malaysia masih berada di bawah administrasi kantor Perdana Menteri Malaysia. Pencegahan korupsi di BPR Malaysia dilakukan oleh Bagian atau Divisi Intelijen yang disebut Perisikan atau Intelligence Division pada bagian dibawah Ketua Pengarah Operasi, bertujuan membangun intelijen yang mantap, lengkap dan tersusun melalui sistem jaringan sumber digabung dengan intelijen profesional. Bidang aktivitasnya adalah bertanggung jawab untuk melaksanakan intelijen yang sulit dan pengintipan dengan tujuan untuk mengamankan dan mengkonfirmasikan informasi yang berhubungan dengan pengaduan adanya aktifitas korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Informasi yang diperoleh akan dijadikan asas intelijen dan penyidikan selanjutnya melalui sumber jaringan BPR Malaysia

 

C.     Pencegahan korupsi di Indonesia

Di Indonesia terdapat tiga tahapan strategi yang digunakan dalam mencegah korupsi, Pertama strategi jangka pendek dengan memberikan arahan dalam upaya pencegahan. Kedua, strategi menengah berupa perbaikan sistem untuk menutup celah korupsi. Ketiga, strategi jangka panjang dengan mengubah budaya.

Upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak tahun 1957. Dalam perjalanannya, upaya tersebut merupakan sebuah proses pelembagaan yang cukup lama dalam penanganan korupsi.

Upaya-upaya tersebut adalah :

1.      Operasi militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas korupsi di bidang logistik.

2.      Dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dengan tujuan melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

3.      Pada tahun 1970 dibentuk tim advokasi yang lebih dikenal dengan nama Tim Empat yang bertugas memberikan rekomendasi penindakan korupsi kepada pemerintah.

4.      Operasi Penertiban (Opstib) dibentuk pada tahun 1977 untuk memberantas korupsi melalui aksi pendisiplinan administrasi dan operasional.

5.      Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani pemberantasan korupsi di bidang pajak.

6.      Pada tahun 1999 di bentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) di bawah naungan Kejaksaan Agung. Pada tahun yang sama juga dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN).

7.      Pada tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedangkan KPKPN melebur dan bergabung didalamnya

 

ternyata memang benar korea menjadi yang terdepan dari ketiga negara tersebut dikarenakan upaya yang dilakukan korea sangat maksimal.

Jumat, 26 Maret 2021

Perbandingan Kode Etik Akuntansi Publik dan KPK beserta Analisisnya

 Perbandingan Kode Etik Akuntansi Publik dan KPK beserta Analisisnya

Kode Etik

Akuntansi Publik

KPK

Hasil analsis

1. Integritas

Dalam hal ini seorang akuntan publik diharuskan untuk bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis, Jika terdapat penghilangan atau pengabura informasi atau laporan terkait namun dalam kategori dimodifikasi maka tidak termasuk dalam pelanggaran, sebaliknya jika secara sadar melakukannya maka mendapat pelanggaran.

Namun pada KPK memiliki unsur-unsur yaitu taat pada perundang-undangan, konsisten pada menilai kebenaran, tidak berprilaku koruptif, memiliki kejujuran, berbudi pekerti luhur, dapat dipercaya, dan mempunyai reputasi yang baik.

Jadi dalam hal ini kode etik intergritas memiliki perbedaan baik pada sisi akuntan publik maupun dari KPK perbedaannya bisa terlihat pada KPK yang mempunyai intergritas patuh terhadap hukum yang berlaku

2. Objektivitas

Kode etik akuntan publik yang kedua adalah objektvitas. Objektivitas yaitu Tidak berkompromi dalam mempertibangkan sesuatu bisnis dan harus bersifat profesional karena dapat terjadi bias, benturan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain yang tidak berkepentingan, dan tidak boleh melakukan aktivitas pekerjaannya yang mengharuskan profesionalisme jika keadaan terlalu memengaruhi aktivitas tersebut.

Dalam kode etik KPK tidak terdapat poin untuk bertindak objektif atau lebih menekankan pada satu hal, namun kode etik KPK sudah menuliskannya pada profesionalisme yang mencangkup sikap tersebut.

Kode etik yang kedua menurut saya sama saja karena KPK juga tidak berkompromi dalam mengatasi korupsi

3. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Dalam hal ini Akuntansi Publik diharapkan mampu mencapai dan mempertahankan pengetahuan, disarankan untuk menambah pada level yang disyaratkan agar dapat memastikan klien atau pengguna jasa dapat memperoleh jasa yang kompeten berdasarkan standar-standar yang berlaku, Menggunakan pertimbangan yang sangat baik dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian ketika terjadi aktivitas tersebut.

Kesungguhan mencakup tanggung jawab untuk betindak sesuai dengan persyaratan penugasan.

KPK juga dituntut dalam kesungguhan mencakup tanggung jawab untuk betindak sesuai dengan persyaratan penugasan

Prinsip yang ketiga kalau menurut saya sama juga karena keduanya dituntut bertanggung jawab dalam penugasannya

 4. Kerahasiaan

Akuntan publik juga harus sangat menjaga kerahasiaan, baik klien maupun internal, yang diperoleh dari hubungan profesional maupun bisnis.

Menekankan prinsip kerahasiaan, untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia yang didapat baik selama berjalannya aktivitas hingga aktivitas tersebut selesai dan seterusnya.

KPK harus bersikap transparansi dan mengungkapkan kebenaran yang terjadi dari tindakan korupsi yang dilakukan beberapa pihak.

Kode etik ini keduanya sangat bertolak belakang kalau akuntan publik harus menjaga kerahasiaan sedangkan KPK harus menjaga transparansinya

5. Perilaku Profesional/Profesionalisme

Mematuhi standar yang berlaku merupakan keharusan bagi seorang akuntan publik, Tetap harus rasional, dan memiliki informasi yang memadai sebelum mengungkapkan, Dilarang mencemarkan nama baik profesi, Tidak membuat pernyataan yang berlebihan, Jika ada keraguan harap konsultasi pada asosiasi profesi yang relevan.

Hampir sama dengan akuntan publik, KPK juga harus miliki kompetensi pada bidangnya dan terus meningkatkan kompetensi tersebut, bekerja sesuai aturan, berpikir dan bertindak secara objektif, bekerja independen, melaksanakan tugas sungguh-sungguh dan terukur, bertanggung jawab, bekerja keras, dan inovatif.

Pada kode etik ini keduanya sama sama menerapkan kode etik profesionalisme

6. Religiusitas

Kode etik akuntan publik tidak memiliki unsur ini, karena pekerjaannya tidak berhubungan dengan keharusan untuk hal tersebut, namun tetap harus mengungkapkan kebenaran pada laporan atau informasi yang dibuat oleh seorang akuntan publik.

Memiliki ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Yakin bahwa setiap pekerjaan di bawah pengawasan Sang Pencipta, Ketulusan dan keikhlasan dalam bekerja.

Menanamkan sikap saling menghormati, Sopan santun agar mendukung lingkungan yang kondusif.

Pada kode etik ini akuntan publik tidak berhubungan dengan ini, namun tetap harus mengungkapkan kebenaran pada laporan atau informasi yang dibuat oleh seorang akuntan publik.

7. Keadilan

Dalam kode etik pun tidak menuliskan unsur keadilan, namun tetap harus membuat laporan dengan sebenar-benarnya.

Menghormati asas kepastian hukum, berpikir akan adanya praduga tidak bersalah, dan semua derajat sama di mata hukum.

Pada kode etik keadilan akuntan publik harus membuat laporan dengan sebenar-benarnya. Sedangkan KPK harus adil dalam memberantas korupsi

8. Kepemimpinan

Kode etik tidak memiliki unsur ini, karena dominan bekerja tim atau invidu dan memiliki tujuan masing-masing. Sekalipun seperti itu, seorang akuntan publik tetap harus memiliki sifat ini.

Ini lebih beriorientasi pada pelayanan, kesetaraan, keteladanan, penggerak perubahan.

Mampu membimbing atau persuasi untuk mempengaruhi perilaku seseorang dalam rangka mencapai tujuan.

Akuntan publik lebih dominan bekerja tim atau invidu dan memiliki tujuan masing-masing, dan pada KPK lebih beriorientasi pada pelayanan, kesetaraan, keteladanan, penggerak perubahan